Rabu, 12 Oktober 2011

HICKING EROR

Dikehidupan sehari-hari kita, pasti banyak kita temukan berbagai hal-hal lucu yang terjadi. Hal-hal lucu ini pasti membuat kita selalu mengingatnya untuk kita share ke teman-teman. Hal lucu yang kita alami, akan menjadi sebuah cerita lucu ketika kita udah menceritakannya kepada orang lain, atau sebaliknya, kita diceritain oleh teman kita. Sebenarnya, kata lucu, adalah sebuah kata yang relatif. Kadang apa yang kita anggap lucu, gak terlalu lucu untuk orang lain, ataupun sebaliknya. Begitu juga dengan orang lain, gak semua hal yang lucu dianggap orang lain, bisa kita anggap lucu. Hal ini menurut tingkat kewarasan dan humor kita masing-masing. Kalok kita udah biasa tau banyak jenis lelucon atau cerita humor, pasti kita gak asal sembarang sedekah tertawa dengan cerita lucu dari orang lain. Berarti tingkat humor kita berada di level yang lumayan tinggi. Bagaimana dengan tingkat kewarasan ?. Nah, apabila kita memiliki tingkat kewarasan yang rendah atau biasa aja, pasti banyak cerita lucu yang diceritakan oleh orang lain, kita anggap lucu sekali. Ya, namanya juga manusia yang memiliki tingkat kewarasan rendah, gak diceritain hal yang lucu aja, pasti ketawak sendiri gak jelas sambil jalan-jalan di jalanan. Jadi, hal yang mau aku ceritakan ini, belom tentu bisa membuat anda terpingkal-pingkal karena lucunya, ini tergantung tingkat humor ataupun tingkat kewarasan anda masing-masing. OK.
            Sekitar 3 tahun lalu, waktu itu aku masih duduk di kelas 2 SMA.  Waktu itu, siswa kelas 2 di SMA ku akan mengadakan kegiatan yang sering disebut-sebut di warung-warung ataupun apotik dengan istilah Study Tour. Aku gak tau kenapa namanya Study Tour. Apa karena kita mau belajar sambil jalan-jalan, jalan-jalan sambil belajar, ataupun belajar jalan. Aku masih sulit membedakannya mana yang benar. Sebelum kegiatan ini dilaksanakan, harus dilakukan observasi lokasi dahulu. Agar ketika melakukan kegiatan ini, tidak terjadi ketidaktahuan lokasi. Jadi harus ada perwakilan siswa yang bersedia untuk melakukan misi ini.  Dari sekian banyak siswa, terpilih 7 orang yang mau melaksakan kewajiban negara ini. Dari ke 7 siswa itu, aku nyelip kayak upil diantaranya. Menurutku, kegiatan ini bukan sekedar observasi saja, tapi kami dijadikan tumbal. Jadi, kalok diantara kami hilang ataupun diculik, berarti tempat itu tidak aman. Kegiatan Study Tour-pun tidak jadi dilaksanakan di tempat itu. Sungguh sadis.
            Kegiatan Observasi ini kami mulai pada Minggu sampai hari Senin, kebetulan kami sudah liburan sekolah. Di antara kawanan tumbal ini, ada seorang ketua yang memimpin perjalanan, sebut dia Dian. Di kelompok ini harus ada yang menjadi ketua, agar dia bisa mengikat leher kami kalok lari kesana-kemari. Seingatku dia juga membawa kandang untuk jaga-jaga. Kami berangkat sekitar pukul 3 sore dari sekolah kami. Sebelumnya kami sudah meninggalkan surat wasiat untuk jaga-jaga. Satu orang kami dikenakan biaya Rp.100.000,- dan dikumpul sama ketua rombongan. Aku gak tau uang segitu cukup atau tidak untuk perjalanan observasi ini atau gak.
            “ Yan, sebenarnya kita mau observasi kemana ?.” Tanyaku
            “ Ke gunung Sibayak. Kebanyakan pada mau hicking.” Jawab majikan kami.
            “ Oh, jadi mau observasi ke gunung ? (udah tau nanyak -__-“) Emang dana segitu cukup ? “Tanyaku lagi.
            “ Cukup kok. Tenang aja. Aku udah pernah kesana.” Jawab dia dengan kesotoyannya.
            Terserah dia aja lah. Kalok aku pikir-pikir, uang segitu mana cukup. Aku belom lagi biaya transport, makan,penginapan, lulur and make up, tusuk konde. Loh.Tapi yaudahlah. Dia kan udah pernah ke sana. Mungkin emang uangnya cukup.Kalaupun uangnya gak cukup, palingan dia yang aku kuliti, terus bakal ku jadikan rebana kulitnya, marawisan deh di gunung itu sambil ngamen.
            Sebelumnya, perjalanan kami dimulai dari kota Tebing Tinggi. Kemudian naik transportasi umum ke Medan. Lalu lanjut naik bus ke daerah gunung itu. Ketika setengah perjalanan menuju gunung Sibayak, aku melihat-lihat banyak pohon kanan kiri. Udara udah mulai sejuk, ditambah rintik-rintik hujan. Eh, ternyata rintik itu, dari iler penumpang disebelahku. Yiiiuuwww.jijay.
            “ Yan, emang gini ya lokasi ke gunungnya ?” Tanyaku sambil melempar penumpang disebelahku melalui jendela bus yang aku tumpangi.
            “ Hmmm..hmmm.. ternyata beda Rif..kemaren berarti aku gak kesini, beda jalannya.” Jawab dia.
            Glek. Aku menelan ludah, karena tenggorokanku yang kering, udah 3 jam aku gak minum. Mendengar jawaban si Nyai ronggeng ini alias ketua rombongan kami, pengen kali rasanya aku mengambil kemudi bus dan kuterjunkan bus ini dengan para penumpang lainnya ke jurang. DASSSAAARRR ! SOOOTOOOOYYYY !. Jadi ngapai ngajak kami observasi kalok sedikitpun gak tau lokasinya.
            “ Jadi gimana dengan nasib kita Yan ? gimana kalok aku diculik ?”. Tanyaku panik.Aku heran kenapa aku bisa ngomong begitu. Apa yang diharapkan dari sang penculik dari hasil curiannya seperti aku.
            “ Alah.” Jawab temenku Dedi sambil melihat sinis samaku. Aku baru sadar kalok dia duduk di depanku. Dia mendengar kepanikanku barusan.
            “ Udahlah. Tenang aja. Namanya juga observasi, ya gak tau lah tempatnya. Kalok kita udah tau tempatnya namanya liburan bukan observasi.” Jawab si Dedi dengan bijaksana.
            “ Iya. Kita jalanin aja. Namanya juga observasi, Rif.” Jawab si Dian tetep SOTOY.
            Akupun terdiam. “Betul juga ya. Namanya juga observasi. Mudah-mudahan lancar kegiatan ini. Si Dedi tenang banget ya. Aku aja panik”. Dalam hatiku. Aku liat si Dedi. Kok si Dedi nyakar-nyakar jendela bus? Jok tempat duduknya pun sobek-sobek ? Kenapa dia, Dia panik juga ? . Ah. Gak mungkin dia panik. Kan dia pemberani orangnya. Akhirnya aku nikmati perjalan ini.
            Selah 1 jam, kami pun nyampek di sebuah simpang. Nama simpangnya itu Simpang Sidebuk-debuk daerah Brastagi. Aku gak tau kenapa namanya Sidebuk-debuk, apakah banyak orang yang sering digebuki, aku juga gak tau. Sekarang kami akan menuju ke tempat penginapan Sidebuk-debu. Aku pikir ke sana naek delman, atau odong-odong, ternyata naek RBT. Mana hujan lagi, luntur lah make-up and sanggulku ini. Selang 15 menit kami semua nyampek di tempat penginapan kami. Setelah si Dian bernegosiasi dengan harga sewa kamar, akhirnya kami masuk ke kamar.
            Kami menyewa 2 kamar. Berarti 7 orang dibagi 2. Karena ganjil, aku berpikir salah satu dari kami akan tereliminasi. Salah satu dari kami akan tidur di luar, ataupun di kamar mandi. Aku udah senyum-senyum bahagia.
            “ Nih kamar kita. Kita bagi 2 ya. Empat orang di kamar 1 terus tiga orang dikamar 2.” Usul Dian.
            “ Ih gak adil lah Yan, masak ada yang 4 orang. Gak adil-gak adil.” Aku mau jambak-jambak dia, tapi gak jadi. Karena rambutnya gonjes, jadi susah. Aku memberontak bukan karena kesempitan dengan 4 orang dalam satu kamar, tapi khayalanku tadi gak terwujud, gak ada korban yang tidur di kamar mandi. SIAL.
            “ Yaudah, Kamar yang isinya 4 orang, barang-barangnya simpan di kamar yang berisi 3 orang. Deal kan ?”  Jawab Dian.
            “ DEAL.” Kami menjawab serempak. Kayak ibu-ibu arisan yang baru aja netapin budget arisan yang baru
            Akhirnya kami masuk ke kamar masing-masing. Aku milih kamar yang berisi 4 orang. Temen sekamarku ada Dedi, Suqron, and Azmi. Kami semua kecil-kecil, bakalan muat dan nyaman untuk kami tidur. Aku tau, kamar sebelah pasti sumpek dengan barang-barang kami. Sama aja kamarnya sempit, walau berisi 3 orang, toh barang kami semua di kamar mereka. Sukurrrr.
            Seperti anak lajang pada umumnya, kalok kumpul berada dalam kandang atau sekarang disebut kamar, pasti pada lama tidur. Asik gosip kayak tante-tante yang ngebicarain tempat diskon yang baru. Salah satu dari 3 temanku, punya kebiasaan yang tidak biasa dipunyai oleh orang biasa. Mungkin dia lah species satu-satunya punya kebiasaan seperti ini. Dia sering mengulang pembicaraan yang sudah dibahas sebelum-sebelumnya. Istilah yang kami buat adalah Fotocopy Suara. Namanya Azmi.Dia sering ngulang kata-kata kami ataupun bahasan yang udah basi. Ataupun dia sering ngeluarin pertanyaan yang rasaku gak penting dan gak perlu ditanyakan lagi, kayak siapa nama Presiden kita ? Kalian pernah ngukur luas Indonesia pakek meteran kain gak ?.Aku gak tau dia kesambet dimana sampek kayak gini.  Malam itu di kamar, dia pun beraksi dengan keistimewaan yang dia punyai. Aku lupa ngasih dia vitamin. Jadinya kacau.
            “ Ihh.. dingin x ya ?” aku menggonggong kedinginan.
            “ Iya, dingin. Berlipat-lipat dinginnya dari Tebing ya ?” Suqron mendukungku.
            “ Dingin ya woy ? “ Si Azmi mulai menunjukkan tabiat buruknya. Bahkan di gunung yang sedingin ini, dia sanggup menyiksa kami dengan pertanyaan yang gak penting kayak gini.

            Hening.

            Si Dedi mulai ngomong lagi. Tapi dia membahas hal yang laen. Aku tau dia juga mau menghindari pertanyaan Azmi yang bisa merusak kesehatan kami semua.
            “ Besok kita berangkat jam berapa hicking-nya ?” Tanya Dedi.
            “ Kayaknya jam 2 atau 3 pagi gitu lah.” Aku ngasih jawaban.
            “ Kok pagi kali ?” Timpal Suqron.
            “ Gak tau. Biar kita nyampek pas sunrise lah. Kan tujuan naek gunung itu. Jarang-jarang kita liat matahari terbitkan ? “ Jawabku.
            “ Iya si, Tapi gak pagi kali tu ? pasti dingin kali lah. Brrrrr.” Jawab Dedi sambil ngeringkuk kedinginan.
            “ Iya dingin pasti. Gak tahan aku woy. Dingin kali lah. Brrrrrr. “ Azmi mulai menunjukkan tanda-tanda infeksi dari kebiasaannya. “ Sempit kali lah di sini. Gak cukup untuk kita ber-4. Geser lah woy, gak dapat selimut aku.” Azmi mulai memberontak karena tali pengikatnya udah dilepas dari lehernya. Aku lupa mintak kandang yang dibawa si Dian tadi. Ternyata bisa berfungsi di kamar kami ini. Tapi si Dian keburu udah tidur.
            “ Kalok mau lapang, kau tidur di gunung sana. Lapang untuk kau.” Suqron mulai terlihat kesal.
            “ Enak aja kau. Kau lah yang tidur di gunung. Cocoknya  kau yang di sana.” Si Azmi mulai membalas celaan si Suqron. Tapi tetep, ngambil ide celaan si Suqron.

            Aku dan Dedi sebenarnya udah mulai tertidur tadi. Tapi karena mendengar keributan
Keributan kecil antara dua gadis ini, kami jadi terusik dan terbangun lagi.
            “ Tidur kenapa, Mi. Besok kita harus bangun pagi-pagi. “ Aku mulai angkat bicara.
            “ Si Suqron ni, masak aku disuruhnya tidur di gunung. Dia cocoknya.” Mulai mengulang-ngulang kata-katanya.
            “ Udah lah. Gitu aja kau ribut. Emang cocok kau di gunung, asal kau kan di sana.” Jawab ku. Dan aku mulai memejamkan mata lagi sambil memalingkan badan ke arah berlainan.
            “ Kau lah yang tidur di gunung, Rif.” Si azmi masih ngeluarin statement itu.

            Hening. Sekitar 10 menit berlalu.

            “ Kau yang tidur di gunung, Qon.” Si Azmi menggonggong lagi. Tapi suqron gak membalas gonggongannya.

Hening. Sekitar 10 menit lagi berlalu.

            “ Kau yang tidur di gunung, Rif.” Aku menjadi sasaran si Azmi. Tapi aku gak merespon.

Hening. Sekitar 10 menit lagi dan lagi berlalu.

            “ Kau yan tidur di gunung, Ded.” Dedi menjadi incaran berikutnya. Si Dedi udah tau gimana trick menghadapi makhluk seperti si Azmi. Jadi dia diam. Aku pengen mengurung si Azmi di kamar mandi, tapi dingin. Atau aku racuni saja dia sampek overdosis. Tapi hal ini, belum sempat aku lakukan. Karena dia sudah tidur terlelap. Mungkin dia tertidur karena gak ada lagi mangsanya untuk pelampiasan hasrat tingkah laku yang mengerikan itu. Energinya juga terkuras karena tingkahnya sendiri. Ingin rasanya aku menari mengelilingi api unggun karena si Azmi tertidur, tapi aku gak mau dia bangun. Bakalan kacau.
Sekitar jam 2 kami dibangunkan oleh Dian. Kami di suruh bangun untuk segera bersiap-siap untuk hicking. Tapi kami terlalu berisik waktu itu. Jadi orang di kamar sebelah merasa terganggu dengan suara kebisingan ini.
            “ Kelen bisa diam gak. Aku besok mau kerja. Bisa diam gak.” Marah seorang laki-laki
            Abang itu memarahi di kamar 2, kebetulan aku dan Suqron ada di kamar 1. Aku buru buru nutup pintu, takut kenak marah juga. Si Dedi dan Azmi kebetulan lagi di kamar 2, mereka kenak semprot jadinya.
            “ Maaf bang kalok ganggu.” Dian say apologize.
            Abang itu pun balik ke kamarnya.
            “ Kita bisa diam kan Yan ? Bisa kan Yan?” Si Azmi mulai memperkeruh suasana dengan pertanyaannya yang gak penting.
            Si Dedi dan Azmi balik lagi ke kamar 1. Aku dan Suqron ngekeh setengah beranak Melhat muka pucat mereka berdua. Tapi tetep, ketawak pelan, takut gorila mengamuk dan Keluar dari kandangnya lagi.
            “ Iya, kenak marah kami. Sadis.” Jawab Dedi.
            “ Kita bisa diam kan Rif, Suqron, Dedi ? Kita bisa diam kan ?” Si Azmi nambah masalah lagi. Kami bertiga sontak melihat dia sinis, seperti di sinetron-sinetron. Pengen rasanya kami cincang si Azmi atau karena terlalu sadis, aku berniat untuk rebonding rambutnya yang keriting itu biar dia diam. Tapi aku lupa bawak alat-alat salonku. Jadi niatku gagal.
            Akhirnya kami bisa hicking juga. Walaupun kami ketinggalan melihat sunrise, tapi it’s Ok. Kami tetep disuguhkan pemandangan yang luar biasa indahnya. Baru kali ini aku Hicking. Rasa penatku terbayar dengan pemandangan yang luar biasa menabjubkan ini. Tapi ada sedikit yang mengganjal kesenangan kami. Kami masih mendengar ocehan-ocehan nyi roro kidul (read : Azmi) selama hicking. Di antara kami pasti pengen rasanya ngelempar si Azmi ke jurang mumpung lagi di atas gunung. Tapi gak ada yang berani masuk penjara di usia kami yang masih Ababil ini. Jadi kami urungkan niat kami.
Sekitar pukul 10 pagi, kami balik sampek ke penginapan lagi. Kami bersiap-siap untuk pulang ke habitat kami dengan membawa hasil observasi kami. Sungguh pengalaman yang gak bisa aku lupakan, terutama SI AZMI. Argggghhhhh....
           

2 komentar: